Rabu, 05 Maret 2014

Positif dan Negatif Kinerja sang Idealis

Saya akan menshare sebuah pengalaman dari blog teman: http://drkurnia.wordpress.com/2012/07/29/tragedi-para-idealis/ tentang kisah kinerja seorang idealis. Ada positif, ada negatif. Check it out.

"Suatu ketika, aku megikuti sebuah forum. Dalam forum tersebut aku bertemu dengan seseorang yang ternyata satu instansi dengan seorang temanku dari daerah lain. Untuk sekedar basa-basi aku menanyakan kabar temanku. Tapi orang tersebut menjawab “ooohhh si Agus? (bukan nama sebenarnya), dia sudah tidak sekantor dengan saya, dia sudah dimutasi/dipindah ke unit lain.” Aku balik bertanya lagi, “lho kenapa pak, bukannya di unit sebelumnya sesuai dengan bidang keahliannya, dan juga sesuai jurusan studinya?”. Orang tadi menjawab, “ya memang benar, tapi dia terlalu cerewet dan idealis, kita tidak butuh orang pinter, kita butuhnya orang yang patuh dan bisa bekerjasama.”

Damaged - Bella by not-tragedi

Cerita lainnya lagi:
Seorang PNS dari sebuah instansi mendapat tugas untuk mengawasi sebuah proyek. Dia melihat ada suatu kejanggalan yang berindikasi terhadap adanya kecurangan yang dilakukan oleh kontraktor pemborong pada proyek tersebut. Kemudian dia berusaha menegur sang pemborong bahwa pekerjaannya tidak sesuai speck atau ketentuan. Si pemborong malah menjawab, “tenang saja pak, nanti bisa diatur.”
Beberapa hari/minggu kemudian tiba saatnya sang pemborong mengajukan termin pembayaran (pembayaran bertahap) dari progress proyek tersebut, karena menurutnya proyek sudah berjalan sekian persen. Syarat dari pengajuan termin pembayaran itu adalah adanya tandatangan dari pengawas proyek, yaitu PNS yang tadi. Namun karena merasa tegurannya belum digubris pemborong, si pengawas tadi enggan memberikan tandatangannya. Merasa dipersulit, si pemborong melaporkan kejadian itu kepada pejabat pimpinan proyek yang merupakan atasan langsung si pengawas.
Singkat cerita si pengawas kena damprat keras dari atasannya dan dianggap oleh atasannya sebagai orang yang sok IDEALIS, tidak bisa bekerjasama, menghambat, dsb.
“Kita sudah lama bekerjasama dengan pemborong itu, kita sudah biasa dan tahu sama tahu, kamu tidak usah sok, nanti juga kamu dapat bagian!”, “kalau kamu mempersulit pemborong, berarti kamu mempersulit proyek dan kamu mempersulit saya. KALAU KAMU BEGITU TERUS, SAYA YANG AKAN MEMPERSULIT KAMU”.
Cerita selanjutnya bisa diprediksi, si PNS itu terkucil dari lingkungan kerjanya, dia sudah tidak lagi mendapat tugas yang berkaitan dengan proyek, dan yang pasti jauh dari harapan promosi jabatan.
Dari 2 cerita di atas dapat kita tarik sebuah dugaan, bahwa menjadi seorang idealis memang berat dan kadangkala para idealis malah mendapat banyak tentangan serta tidak sedikit yang dikucilkan. Kata idealis memiliki makna, orang yang memiliki sifat ideal, idealisme artinya paham atau aliran yang mengutamakan hal ideal, dan idealistis artinya yang bersifat ideal (reeozora). Menurut sabirinnet.com, Idealis artinya kita berpegang pada prinsip, ‘KATAKAN, WALAU ITU PAHIT’.  JAdi bisa dikatakan bahwa orang idealis adalah orang yang berpegang teguh pada hal-hal ideal, biasanya mengikut pada aturan-aturan atau cara pandang.
Seperti pada 2 cerita di atas, kedua orang tokoh utama dalam 2 cerita itu merupakan orang yang mengutamakan hal-hal yang ideal yang sesuai aturan. Namun sikapnya ini malah ditentang oleh teman-temannya, bahkan atasannya, yang menyebabkan dia seperti orang yang terasing, bahkan kadang dibuang ke tempat lain agar tidak ngerecoki yang lain.
Orang-orang anti-idealis kadang beralibi, “pekerjaan di lapangan itu tidak sama dengan apa yang ada di buku/aturan, pekerjaan di lapangan harus penuh improfisasi yang kadang berbeda dengan aturan”.
Ungkapan itu ada sedikit benarnya, bahwa bekerja di lapangan memang harus banyak improfisasi, tapi bukan berarti improfisasi berbeda sama sekali dengan yang ada di aturan. Aturan adalah fondasi, aturan adalah acuan untuk bekerja, sedangkan inprofisasi dilakukan tidak untuk merubah fondasi yang ada.
Misalnya pada proyek pengadaan pipa paralon. dalam aturan tertulis ukuran panjang 4 meter, namun begitu diukur ada beberapa yang panjangnya 3,97 3,99 atau 4,02. Hal tersebut adalah wajar di lapangan dan bisa dimaklumi, karena pabrikan kadang tidak sempurna dalam pembuatannya. Daripada kita mencari paralon yang 4 meter perfect, mendingan kita terima apa adanya kondisi yang ada, karena kalau kita mencari yang 4 meter perfect, pastilah akan menghamburkan waktu, tenaga pikiran dan anggaran.
Improfisasi seperi itu masih bisa diterima, tapi bukan berarti toleransinya bisa dimainkan seenaknya. Kita tidak bisa terima kalau paralonnya hanya sepanjang 3,50, itu terlalu banyak kurangnya. Apalagi kalau paralonnya diganti bambu, itu lebih ngawur lagi. Toleransi dan improfisasi ada batasannya.
Tapi ternyata banyak sekali cerita (yang mungkin tak ada habisnya), sebuah bangunan yang fondasinya seharusnya sedalam 2 meter, tapi hanya dibuat 1 meter, seharusnya menggunakan besi ukuran 12 ml, tapi pakenya yang 10 ml. Lalu kita mendengar begitu banyak bangunan yang ambruk padahal belum lama dibangun, jembatan yang runtuh padahal masa teknisanya masih panjang. Itu semua adalah hasil perbuatan tangan-tangan kotor para anti-idealis.
Di era merebaknya korupsi kolusi dan nepotisme seperti sekarang ini, para idealis sudah pasti tersingkir atau disingkirkan. Mereka dianggap mengganggu kepentingan-kepentingan para koruptor dengan dalih tidak bisa diajak bekerjasama.
Pada era orde lama dan orde baru, para idealis malah banyak yang dicekal, dipenjara, bahkan menghilang karena menjadi target operasi PETRUS (penembak misterius). Banyak dari mereka yang harus lari jauh-jauh dari Indonesia agar selamat.
Baru-baru ini malah terdengar berita bahwa Ali Azhar Akbar, penulis buku Konspirasi di Balik Lumpur Lapindo, diduga menghilang. Bisa jadi menghilang sendiri (karena pribadi) atau sengaja dihilangkan oleh pihak-pihak tertentu. Itu menunjukan bahwa sampai dengan saat ini, tidak ada tempat yang nyaman untuk para idealis.
Akhirnya, para idealis merasa lebih baik sibuk dengan kesendiriannya, sibuk dengan keterasingannya dan bangga karena tidak ikut-ikutan terjebak dalam kemunafikan. Para PNS idealis yang tersingkir, mereka berugas di kecamatan-kecamatn terpencil di ujung daerah. Para bintara polisi idealis, mereka menjadi penjaga gudang, atau bekerja mengurusi administrasi di polsek terpencil. Dosen-dosen idealis, mereka sibuk dengan penelitiannya, padahal teman-teman kerjanya sudah menjadi dekan bahkan rektor. para perwira polisi/tentara idealis, mereka menjadi perwira non-job sambil menunggu pensiun.
Nama mereka tidak akan dikenal, nama mereka tidak akan dikenang, tapi mereka adalah orang-orang mulia.
Salam…"

Oleh  karena itu, kebanyakan Idealist adalah seniman atau analis laboratorium yang bekerja sendiri dan lebih senang berfikir daripada menghadapi dunia yang semakin parah. ohya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar