Rabu, 6 Nopember 2013
Uji Coba
Lajur satu arah sudah mulai diterapkan di lingkungan sekitar Universitas
Brawijaya dengan pusat putaran satu arah pada kampus terpadu Universitas
Brawijaya
Secara
holistic (jadi inget kuliah K3), peraturan diberlakukannya lajur satu arah
tersebut memang berpengaruh terhadap tatanan kota secara keseluruhan yang juga
memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai aspek disamping dari pada aspek
kepentingan urgensi melewati jalan sebagai lajur transportasi utama. Ya, sekali
lagi secara holistic, hal tersebut bertujuan untuk kepentingan menyeluruh
berbagai pihak, tanpa memenuhi kepentingan dan egoism sepihak, namun justru
melatih diri untuk bersikap disiplin, menghormati orang lain dan tidak
bertindak egois. Kok bias? Yok disimak ;)
Memang,
lajur satu arah dibuat agar tatanan kota lebih teratur dan meminimalisir
kemacetan yang kemungkinan besar dapat terjadi terutama pada pagi hari dan
jam-jam sibuk kerja. Namun di sisi lain, beberapa pihak, terutama mahasiswa,
mengeluhkan lajur satu arah ini dikarenakan jalur tempuh menuju lokasi kampus
menjadi lebih sulit dijangkau dan lebih jauh jarak tempuhnya.
Tidak
hanya mahasiswa. Di sepanjang jalan MT Haryono yang merupakan salah satu titik
pusat kemacetan lalu lintas hingga kawasan Sumbersari, terpajang berbagai
poster dan spanduk penolakan terhadap peraturan baru yang sudah mulai di uji
cobakan tersebut, oleh masyarakat yang tinggal di daerah sekitar MT Haryono. Bahkan
di beberapa spanduk tertulis “Rakyat Kecil MENOLAK Lajur Satu Arah !” sehingga
menimbulkan berbagai opini bagi setiap kalangan yang membacanya, termasuk saya.
Miris
juga, di satu sisi, masyarakat ingin lalu lintas ditempuh lebih simple dan
sederhana namun, tidak memperhatikan kemacetan yang ditimbulkan. Tetapi di sisi
lain, masyarakat yang menyetujui dan sah sah saja menerima peraturan baru
tersebut tidak begitu perduli atau bahkan, bersyukur karena lalu lintas yang
dilalui tidak macet. Nah, kaum opsi ke-2 inilah yang notabene-nya selalu
menggunakan kendaraan pribadi roda empat untuk menempuh perjalanan ke tempat
tujuan.
Lajur
satu arah yang diberlakukan (hingga saat ini menurut pengamatan saya, adm.)
sudah bias dikatakan berhasil mengurangin kemacetan. Sebetulnya, itulah yang
diharapkan sebagian besar masyarakat walaupun, lajur yang ditempuh harus lebih
jauh mengitari kampus terpadu Universitas Brawijaya. Selain itu, jauhnya jalur
yang ditempuh membuat sebagian masyarakat belum terbiasa namun tetap harus
memperhatikan jadwal keberangkatan. Hal tersebut secara tidak langsung melatih
kedisiplinan kita dalam mengatur jadwal keberangkatan menuju tempat tujuan,
agar diharapkan, tidak terjadi meledaknya emosi di perjalanan akibat macet
ataupun lajur tempuh yang lebih jauh dari pada biasanya.
Berarti
(bisa jadi, bisa jadi), orang-orang yang mengeluhkan lajur satu arah masih belum
dapat beradaptasi dengan manajemen waktu yang baru yang lebih efektif. Mungkin saja
sejumlah masyarakat belum dapat beradaptasi dengan lajur tempuh yang baru
mengingat perubahan peraturan lalu lintas tersebut sangat berpengaruh terhadap
kawasan utama kepadatan lalu lintas dan Jalan Protokol Soekarno Hatta.
Sebenarnya
tatanan kota seperti itulah yang dibutuhkan untuk mebuat Kota Malang menjadi
lebih disiplin, rapi, teratur, tidak terjadi kemacetan, mengurangi dampak
pemanasan global akibat macet.
Mungkin
ini masih pernyataan yang kontroversional. Saya belum membahas dari sisi
masyarakat yang menolak peraturan yang diujicobakan tersebut. Belum dapat saya
analisa apa dan bagaimana opini mereka. Saran saya, kalau memang masyarakan di
daerah MT Haryono sebagian besar mengeluhkan peraturan tersebut, mungkin karena
satu arah menuju Kota Batu juga sulit dijangkau, saya harap dapat mempersiapkan
diri baik dari segi materiil, waktu dan keikhlasan, untuk menerima peraturan
tersebut sebagai kebaikan bersama.
Sedikit
solusi musyawarah antara pemegang kepentingan peraturan dengan pemegang amanah
masyarakat, terutama masyarakat di daerah MT Haryono, perlu di agendakan
mengingat hal ini merupakan permasalahan yang urgent dan membutuhkan
kesepakatan bersama. Sehingga, pemerintah dan pemegang kepentingan tidak hanya
memutuskan sendiri hasil uji coba tersebut, tetapi juga ada transparasi dari
pihak mereka terhadap masyarakat.
Siap
memiliki kota dengan tatanan yang rapih? Berarti Anda juga harus siap
memanajemen waktu lebih baik lagi dan, melatih kedisiplinan. (AE)