Selasa, 18 November 2014

Kesalahan Pemanfaatan Minyak Nabati Kelapa Sawit untuk Kebutuhan Pangan

1. Kelapa Sawit untuk Kebutuhan Pangan
Manusia sebagai makhluk hidup yang memiliki akal merupakan makhluk yang paling sempurna diantara makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Namun dibalik itu semua, manusia juga tidak akan pernah merasa puas akan suatu hasil pencapaian dan akan terus melakukan perkembangan. Salah satu sektor yang mengalami perkembangan cukup drastis dari tahun ke tahun ialah sektor pangan. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang paling krusial dan terus mengalami perkembangan bahkan setiap waktunya. Berdasarkan data FAO (2004) dapat dikemukakan bahwa pada empat dekade terakhir sekitar 89% dari pasokan bahan pertanian telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.
Salah satu bahan dasar pengolahan yang paling sering digunakan oleh masyarakat di Indonesia ialah minyak nabati. Dewasa ini banyak pengolahan pangan yang menggunakan minyak dari kelapa sawit sebagai minyak nabati pada bahan baku pengolahannya. Menurut Susila (1998), minyak nabati di pasar internasional merupakan salah satu pasar yang kompetitif, melibatkan lebih dari sembilan jenis minyak serta hampir diproduksidan dikonsumsi di semua Negara. Minyak nabati yang banyak diperdagangkan di pasar internasional salah satunya adalah minyak sawit. Dari segi daya saing dan kinerja, minyak sawit dinilai memiliki daya saing dan kinerja yang paling baik karena pangsa pasarnya terus meningkat dari sekitar 10% pada tahun 1970-an menjadi sekitar 28% pada tahun 2000-an. Minyak kelapa sawit dipercaya oleh sebagian besar masyarakat sebagai minyak nabati untuk pengolahan pangan dan akan terus meningkat kebutuhan dan produktivitasnya.
Dengan meningkatnya produktivitas minyak nabati kelapa sawit tersebut, maka terdapat potensi pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Indonesia merupakan Negara pengekspor CPO (Crude Palm Oil) terbesar kedua di dunia. Konsumsi minyak nabati atau CPO tersebut di dunia pada lima tahun terakhir tumbuh dengan laju 7.70% per tahun (Basiron, 2002). Meningkatnya kebutuhan minyak nabati tersebut dapat disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk, hal ini karena kebutuhan pangan yang berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah penduduk. Dipilihnya minyak kelapa sawit menjadi minyak nabati sebagai bahan baku proses pengolahan pangan oleh sebagian besar pasar akan memicu industrialisasi CPO dan perkebunan kelapa sawit yang meningkat.
2. Pembukaan Lahan untuk Perkebunan Sawit
industrialisasi dan perkebunan kelapa sawit akan terus menigkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan pangan dunia, meningkatnya kebutuhan pangan dunia juga akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan pangan minyak nabati tersebut dilakukan upaya pembukaan lahan. Pembukaan lahan dan deforestasi akan terus meningkat akibat pembangunan industry kelapa sawit yang menghasilkan CPO maupun minyak nabati hasil produksi CPO. Deforestasi merupakan upaya pembukaan lahan di wilayah perhutanan di Indonesia untuk kebutuhan tertentu, salah satunya yaitu kebutuhan pembangunan industry. Ada banyak jalan dan upaya yang dilakukan manusia untuk melakukan deforestasi, upaya tersebut bias berdampak negative. Pembukaan lahan bagi perizinan suatu industry tentu saja harus memiliki izin tertulis dan jelas dari pemerintah setempat. Berbagai upaya yang dilakukan dalam pembukaan lahan untuk perkebunan sawit ialah pembakaran hutan, penebangan pohon, perataan lahan dan deforestasi. Upaya pembukaan lahan tersebut dapat dikatakan legal jika memiliki izin, dan dapat dikatakan illegal jika tidak memiliki izin dari pemerintah dan bahkan merusak lingkungan karena dilakukan secara besar-besaran atau dilakukan eksploitasi pembukaan lahan.
3. Dampak Pembukaan Lahan untuk Perkebunan Sawit
Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan pembangunan insutrinya yang dilakukan secara illegal atau dilakukan eksploitasi secara berlebihan mengakibatkan dampak-dampak yang dapat merugikan lingkungan, bahkan merugikan manusia itu sendiri. Dampak – dampak negative tersebut diantaranya yaitu berkurangnya ragam flora dan fauna, terjadinya kabut asap jika pembukaan lahan dilakukan dengan pembakaran hutan, merusak udara di lingkungan, berkurangnya lahan terbuka hijau dan terancamnya paru-paru dunia.
  1. Hutan menjadi sasaran utama dalam kegiatan pembukaan lahan bagi perkebunan kelapa sawit. Indonesia dengan ragam flora dan fauna nya dikenal memiliki keanekaragaman hayati. Sebagian besar keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Negara Indonesia terdapat dalam wilayah perhutanan, terutama di salah satu pulau terbesar ketiga di dunia yaitu Pulau Kalimantan. Namun sayangnya, pembukaan lahan secara massal dapat mengakibatkan terancamnya populasi flora dan fauna. Hal tersebut dikarenakan habitat atau tempat tinggal bagi makhluk hidup flora maupun fauna tersebut telah berangsur musnah dan mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman hayati.
  2. Pembakaran hutan untuk pembukaan lahan merupakan jalan pintas yang dianggap paling efisien dari segi ekonomi dan waktu. Dengan meningkatnya permintaan terhadap CPO akan meningkatkan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, sehingga dilakukan pembakaran hutan secara besar-besaran. Di Indonesia, tepatnya di Pulau Sumatera pada bulan Oktober 2014 telah terjadi bencana kabut asap akibat pembakaran hutan secara besar-besaran. Berdasarkan data yang dihimpun di lapang oleh Tim Berita Nasional, kabut asap di Palembang, Sumatera Selatan, bersumber dari kebakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah seperti Kabupaten Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Muara Enim, Musirawas, dan Musi Banyuasin (www.antaranews.com). Fenomena kabut asap tersebut dapat dikategorikan sebagai fenomena pencemaran udara. Kabut asap yang mencemari udara ibu kota Provinsi Sumsel itu, mengakibatkan ribuan warga setempat mengalami gangguan kesehatan seperti Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), dan iritasi mata. Jika terus menerus dilakukan eksploitasi lahan untuk pembukaan perkebunan sawit maupun industry CPO, maka akan terus terjadi pencemaran udara yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia itu sendiri.
  3. Manusia hidup dan bernafas membutuhkan oksigen, di Indonesia, produksi oksigen terbesar berasal dari hutan hujan di sebagian besar wilayah di Indonesia. Hutan sebagai paru paru dunia telah dilindungi pemanfaatannya dalam undang-undang, bahkan terdapat peraturan khusus dibawah PBB. Deforestasi atau pengurangan dan pengikisan wilayah perhutanan akibat pembukaan lahan untuk perkebunan sawit akan mengakibatkan terancamnya paru-paru dunia tersebut. Padahal, dengan adanya hutan dapat meminimalisir produksi karbonmonoksida dan meningkatkan produksi oksigen, karena tumbuhan, terutama pohon, dapat menyerap racun karbonmonoksida dan memproduksi oksigen di pagi dan siang hari. Sehingga diperlukan peninjauan kembali dalam pemanfaatan lahan hutan untuk dilakukan pembukaan lahan.
4. Kerusakan Lingkungan Akibat Eksploitasi Minyak Nabati Kelapa Sawit
Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit bukanlah satu-satunya dampak yang terjadi akibat eksploitasi minyak nabati kelapa sawit untuk kebutuhan pangan. Beberapa akibat kerusakan lingkungan dapat terjadi akibat eksploitasi minyak nabati kelapa sawit, diantaranya yaitu terjadinya kekeringan, terjadinya erosi, terjadinya konflik dan tumbuhnya padang alang-alang.
Tanaman sawit memiliki akar dengan daya serap airnya yang sangat tinggi. Akibatnya dapat mengakibatkan terkurasnya air tanah atau aquifer untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman sawit. Terkurasnya air tanah oleh akar tanaman sawit dapat menyebabkan terjadinya kekeringan lahan disekitar perkebunan kelapa sawit.
Perkebunan sawit sebagian besar dikembangkan di lahan yang memiliki struktur yang tidak rata. Pembukaan lahan untuk perkebunan sawit mengakibatkan terkikisnya lahan, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya erosi. Erosi dan pengikisan lahan tersebut memicu struktur tanah yang lebih rentan terhadap longsor, sehingga membahayakan bagi wilayah yang berada lebih rendah dari pada perkebunan kelapa sawit.
Setelah dilakukan pembukaan lahan, secara alamiah akan tumbuh alang-alang pada lahan yang tidak produktif lagi. Tumbuhnya alang-alang ini tidak menjadi masalah besar jika tumbuh secara non-kelompok dan di wilayah yang produktif. Namun, jika pembukaan lahan secara besar-besaran dilakukan, akan mengakibatkan tumbuhnya alang-alang secara massal. Alang-alang merupakan tanaman pengganggu atau gulma yang dapat mengakibatkan rusaknya lahan dan tidak produktifnya tanah. Alang-alang bukan hanya sebagai pesaing bagi tanaman lain terutama tanaman pangan dalam mendapatkan air, unsur hara dan cahaya tetapi juga menghasilkan zat alelopati yang menyebabkan pengaruh negatif pada tanaman lain (Hairiah et al., 2001). Lahan yang ditumbuhi alang-alang ini dikategorikan sebagai lahan yang terdegradasi dan tidak produtif, sehingga akan sangat mengurangi pemanfaatan lahan yang potensial.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004. FAO Statistics di http://www.faostat.fao.org/faostat/
Basiron, Y. 2002. Palm Oil and Its Global Supply and Demand Prospects, Oil Palm Industry Economic Journal, 2 (1): 1 – 10
Darwanto, Dwidjono H. 2005. Ketahanan Pangan Berbasis Produksi dan Kesejahteraan Petani. Ilmu Pertanian Vol. 12 No.2, 2005 : 152 – 164. Yogyakarta: Fakultas Pertanian UGM
Hairiah K et al. 2000. Reclamation of Imperata Grassland using Agroforestry. Lecture Note 5. ICRAF. (http://www.icraf.cgiar.org/sea).
Susila, W. R. (1998). ‘Daya saing dan efisiensi penggunaan sumberdaya minyak sawit mentah (CPO) Indonesia’, Jurnal Agribisnis, 2(2): 16-30).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar