Rabu, 09 Oktober 2013

Pelajaran yang Berharga, Bukan Sekadar Moment :)



Beberapa minggu yang lalu, 24 September 2013, hari Selasa. Aku tak menyangka semua ini akan terjadi. . sorry ya putih, rada bikin kamu penasaran. Hehehe.
07.00
Pagi itu aku sudah bersiap-siap akan ikut kuliah tamu di Gedung widyaloka Universitas Brawijaya, walaupun sebetulnya, posisiku disini adalah sebagai “panitia dadakan”, tugas saya disini adalah (gaya lo la..la..) sebagai panitia dibelakang layar :D #bangga (karena ada yg di depan layar). Yap. Beberapa hari sebelumnya, aku sempat ikut membantu mengurus anggaran dana dan merancang susunan acara kuliah tamu yang tema kuliahnya hampir mirip seperti tahun kemarin: Waste Water Treatment Management. Namun bedanya, tahun ini ada kata “Management”-nya. Aku dan beberapa temanku, ikut sibuk, atau sok sibuk kali ya, membantu Bapak dan Ibu dosen kesayangan kami { } huhu..
Acara dimulai pukul 08.00 tapi aku dan beberapa temanku sebagai panitia dadakan itu (Muja, Reza, Yus, Ikhsan, Raras, dan Farah) sudah standby pada bidang kami masing-masing. Kuliah tamu akan diisi oleh Bapak Profesor pembimbing dosen kami tercinta, Bu Evi, yaitu Bapak Professor Dr. Eng., Tsuyoshi Imai dari Yamaguchi University, Japan. Walaupun ini kuliah tamu, tapi aku tidak merasa sangat gugup, entah kenapa, padahal disini posisiku adalah sebagai panitia dadakan dan bahkan ada beberapa trouble yang tidak bias diatasi.
Kuliah tamu berjalan lancar, hingga break ishoma dan akan dilanjutkan kembali pukul 13.00. entah kenapa, perasaanku kacau balau siang itu. Benar saja, aku ternyata diamanahkan untuk masalah konsumsi, dan tidak ada penegasan, makanya tidak respect :( , dan buruknya, sempat ditegur Pak Angga :( hadeh.. ya sudahlah..
15.30
Kuliah tamu usai. Aku dan beberapa teman sukarelawan membantu finishing di Gedung Widyaloka. Sorenya, aku ikut latihan perkusi bareng teman-teman yang kreatif dan cerdas, terutama cerdas diluar akademik :) . tapi dari situlah sesuatu yang, bisa dikatakan surprise, terjadi.. Muja mengirim pesan singkat padaku, isinya tentang ajakan para dosen (pastinya ada Pak Angga) untuk dinner together with chosen student, especially with Mr. Imai. Wow. Ini kesempatan yang tak boleh terlewatkan ! :D . roger that. I was invited, and I agreed. Tapi, ada satu hal yang mengetuk pintu hatiku. Reza, yang kukira akan dengan semangat menerima ajakan itu, malah ternyata menolaknya karena sesuatu hal yang sederhana tapi bermakna: ada janji dengan his beloved, Rizki :). A good choice, with a good reason. Ternyata secara langsung temanku yang kocak satu itu mengajarkan pada kami (yang menerima ajakan itu: Muja, Raras dan aku)bahwa janji yang terdahulu harus lebih prioritas daripada undangan sebesar apapun. Great friend :). Jadi pada malam itu, hanya aku, Muja dan Raras yang fix akan datang memenuhi undangan, walaupun sebenarnya, kami bertiga ada jadwal kuliah K3 dan Ergonomika malam itu oleh Dokter Jack dari Fakultas Kedokteran, dosen favorit bagi beberapa anak rajin yang selalu duduk di depan pada saat kelasnya berlangsung :D

19.00
At Ocean Restaurant. A simple restaurant with good enough view. My friends and I helped my lecturer, Mr. Yusuf Hendrawan, to prepare and booked the place. Dag dig dug juga rasanya, baru pertama kali ini aku dinner bareng orang Jepang, professor lagi :D, wah bakalan dapet byk wawasan nih #ngarep. Tapi sebenarnya lebih dari itu, Pak Yusuf berharap kita dapat LOA (Letter of Acceptance) agar mudah mendapat beasiswa kesana.
Pak yusuf memang orang yang cerdas, benar-benar cerdas. Saya bangga pernah diajar oleh beliau. Tidak hanya kecerdasannya dari sisi akademik, tapi beliau cerdas dalam bagaimana menjamu dan berkomunikasi dengan seorang professor secara social, terlepas dari akademik. Bapak lulusan Ph.D dengan kemahirannya dibidang robotic dan menggambar teknik ini membuka pembicaraan dengan menceritakan keindahan kuliner Indonesia. Fresh fish, tongkol, crabs, bahkan ikan tuna yang diproduksi Indonesia dengan permintaan terbanyak di Jepang (ini favorit gue) :D . kita berusaha mencairkan suasana. Professor Imai cukup senang juga dengan beberapa guyonan Bapak Yusuf yang simple and fun. Lalu terbukalah pembicaraan menuju kata scholarship. That’s the keyword. But something unpredictable happened! When I asked something about: how can I learn in a laboratory in Japan, I mean, can I study in your laboratory? I mean, in our department there’s no complete laboratory like in Japan. (ini kesalahanku, menyebutkan salah satu keburukan dengan blak-blakan dan bahkan keburukanku sendiri terungkap :( , blak-blakan ). But incredible answer from Professor Imai came. He said that why should you borrow other and abroad laboratory if in another university in our country has also great laboratory? Jleb. Jleb. Jleb. Intinya, disini aku seperti tidak percaya dengan negaraku sendiri. Aku sedih, aku menyesal, dan ternyata paradigm dan pandangan berpikirku buruk, buruk sekali.. tidak seperti Muja dan Raras.. Lalu Professor Imai menasihati kami untuk lebih bangga pada diri sendiri dan terutama, bangga pada Negara sendiri. Mungkin itu salah satu alas an kenapa kuliner Indonesia dan budaya, bahkan keindahan alamnya dicintai oleh Indonesia. Aku malu. Aku malu sudah mengajukan pertanyaan seperti itu. Aku malu sudah mengajukan pertanyaan yang bukan merupakan pertanyaan mahasiswa sewajarnya. Ini pertanyaan anak manja yang banyak nuntut :(
Tapi dari situ aku belajar banyak. Thank you very much sensei. Satu pertanyaan tak terlupakan dari Professor: what’s the main different between engineer and scientist?. Lalu satu jawaban tak terlupakan dari Pak Yusuf Hendrawan: An engineer produce money, but a scientist need money a lot. Jadi kupikir, Indonesia lebih butuh engineer daripada scientist dan benar kata sensei, kenapa tidak aku pelajari saja di laboratorium universitas lain di Indonesia yang tidak kalah bagus dari pada Yamaguchi University? Harusnya kusadari itu sebelum bertanya.. bahkan Profesor mengingatkan: belum tentu ilmu yang kamu ambil dari Jepang akan lebih baik jika diterapkan di Indonesia, siapa tahu Indonesia tidak akan cocok dengan kondisi yang berbeda dengan Jepang, baik dari segi cuaca, iklim, topografi, atau tanahnya. That’s it. Thank you very much sensei. You were not only give us something more in academy, but you made us, especially me, to be proud of my country, and you gave us more motivation. Jadi dari sana saya mengerti, ternyata itulah sebabnya Jepang tetap menonjol kepribadian bangsa nya, tetap mempertahankan adatnya, walau di tengah era modernisasi. Mereka percaya diri dapat membangun Negara mereka dengan kemampuan mereka sendiri, dan kepribadian bangsa mereka tetap menonjol walau berada di luasnya modernisasi. Hebat ya? That’s the reason. Thank you God, Alhamdulillah :)
21.00
Sejak saat itu, aku tidak terlalu ambisius mengejar ilmu atau gelar di luar negeri kalau memang ingin lebih efektif memajukan Negara sendiri. Ya begitulah. Kalaupun keluar negeri, aku akan mempelajari adat budaya mereka :) . Professor memberi kami kartu nama beliau, mungkin ini suatu tanda bahwa kita bisa berkomunikasi lebih dengan beliau, dan mudah-mudahan, beliau senang dengan jamuan kami, bisa jadi juga, ini tanda persahabatan #ngayal. Hahaha.  Arigatou :)
Oh, once again. Today, 24 September, is my best friend birthday, Mel Seftria Damai Bulan. :)
Sebetulnya, aku mau nge-post ini beberapa minggu yg lalu, tapi nasibnya selalu tersimpan di folder data (D:) dalam bentuk word, hahaha..
tererengkyu putih :) and, Alhamdulillah.. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar